Berbagi Senyum
Selasa, 01 Mei 2012
Rasaku untuk mU...
Mendengar suaramu...Menatap mata...menghibur hatiku
Sadarku dia menungggumu...Risau pun membayangiku
Demi sahabatku...kurela kau untuknya...
Demi Cinta yang dalam untuk mu...relaku kau dengannya...
Walau sungguh berat rasanya...yang harus kau tau satu...
rasaku untuk mU...
By: Windra_wiwin
Jumat, 27 April 2012
Lembaga Negara
LEMBAGA
NEGARA DAN SISTEM PENYELENGGARAAN KEKUASAAN NEGARA SEBELUM DAN SESUDAH
PERUBAHAN
UUD 1945
Disusun Oleh:
Windra (07091001069)
Prodi
: Ilmu Administrasi Negara
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
LEMBAGA
NEGARA DAN SISTEM PENYELENGGARAAN KEKUASAAN NEGARA SEBELUM DAN SESUDAH
PERUBAHAN UUD 1945
UUD 1945 adalah konstitusi negara
Indonesia yang merupakan hasil kesepakatan seluruh rakyat Indonesia. Keberlakuan UUD 1945
berlandaskan pada legitimasi kedaulatan rakyat sehingga UUD 1945 merupakan
hukum tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, hasil-hasil perubahan
UUD 1945 berimplikasi terhadap seluruh lapangan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Apalagi perubahan tersebut meliputi hampir keseluruhan materi UUD
1945. Jika naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, maka setelah empat
kali mengalami perubahan materi muatan UUD 1945 mencakup 199 butir ketentuan.
Termasuk juga lembaga Negara di
dalamnya. Lembaga-Lembaga Negara Menurut
Undang-Undang Dasar 1945,yang dimaksud dengan Lembaga-Lembaga Negara adalah
alat perlengkapan Negara sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang Dasar 1945,
diantaranya: Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi
Yudisial (KY).
UUD 1945 memuat baik cita-cita, dasar-dasar,
serta prinsip-prinsip penyelenggaraan negara. Cita-cita pembentukan negara kita
kenal dengan istilah tujuan nasional yang tertuang dalam alenia keempat
Pembukaan UUD 1945, yaitu (a) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia; (b) memajukan kesejahteraan umum; (c) mencerdaskan
kehidupan bangsa; dan (d) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
A. STRUKTUR LEMBAGA NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
KPU
|
Gambar:
Struktur Lembaga Negara RI
B. DASAR PEMIKIRAN DAN LATAR
BELAKANG PERUBAHAN UUD 1945
- Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur
ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang
sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak
terjadinya checks and balances pada institusi-institusi
ketatanegaraan.
- Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan
yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem
yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan
berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional
yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti,
abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki
kekuasan membentuk Undang-undang.
- UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu
“luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu
penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di
amandemen).
- UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan
kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan
Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga
Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam
Undang-undang.
- Rumusan UUD 1945 tentang semangat
penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang
memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum,
pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah.
Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara
yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
C.
KESEPAKATAN PANITIA AD HOC TENTANG PERUBAHAN UUD
1945
- Tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945, sistematika, aspek kesejarahan dan orisinalitasnya.
- Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
- Mempertegas Sistem Pemerintahan Presidensial.
- Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal
normatif dalam penjelasan dimasukkan dalam pasal-pasal.
- Perubahan dilakukan dengan cara “adendum”.
D. LEMBAGA
NEGARA DAN SISTEM PENYELENGGARAAN KEKUASAAN NEGARA SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945
Deskripsi
Singkat Struktur Ketatanegaraan RI Sebelum Amandemen UUD 1945:
Undang-Undang
Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan
seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution
of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah
Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung
(DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
MPR
- Sebagai Lembaga Tertinggi Negara diberi
kekuasaan tak terbatas (super power) karena “kekuasaan ada di
tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah
“penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD,
GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.
- Susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR
dan utusan daerah serta utusan golongan yang diangkat.
Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan
antara lain:
- Presiden, sebagai presiden seumur hidup.
- Presiden yang dipilih secara terus menerus
sampai 7 (tujuh) kali berturut turut.
- Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
- Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
- Tidak memperpanjang masa jabatan sebagai
presiden.
- Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi
MPR adalah Presiden, yaitu dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang
paling banyak menduduki kursi di MPR.
PRESIDEN
- Presiden memegang posisi sentral dan dominan
sebagai mandataris MPR, meskipun kedudukannya tidak “neben” akan tetapi
“untergeordnet”.
- Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan
negara tertinggi (consentration of power and responsiblity upon the
president).
- Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive
power), juga memegang kekuasaan legislative (legislative power)
dan kekuasaan yudikatif (judicative power).
- Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat
besar.
- Tidak ada aturan mengenai batasan periode
seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian
presiden dalam masa jabatannya.
DPR
- Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan
presiden.
- Memberikan persetujuan atas PERPU.
- Memberikan persetujuan atas Anggaran.
- Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa
guna meminta pertanggungjawaban presiden.
DPA DAN BPK
- Di samping itu, UUD 1945 tidak banyak
mengintrodusir lembaga-lembaga negara lain seperti DPA dan BPK dengan memberikan
kewenangan yang sangat minim.
MAHKAMAH
AGUNG
·
Merupakan lembaga tinggi Negara dari peradilan
Tata Usaha Negara,PN,PA,dan PM.
E. LEMBAGA
NEGARA DAN SISTEM PENYELENGGARAAN KEKUASAAN NEGARA SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945
Deskripsi
Struktur Ketatanegaraan RI “Setelah” Amandemen UUD 1945:
Sebagai
kelembagaan Negara, MPR RI tidak lagi diberikan sebutan sebagai lembaga
tertinggi Negara dan hanya sebagai lembaga Negara, seperti juga, seperti juga
DPR, Presiden, BPK dan MA. Dalam pasal 1 ayat (2) yang telah mengalami
perubahan perihal kedaulatan disebutkan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat
dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar sehingga tampaklah bahwa MPR RI
tidak lagi menjadi pelaku/pelaksana kedaulatan rakyat. Juga susunan MPR RI
telah berubah keanggotaanya, yaitu terdiri atas anggota DPR dan Dewan Perakilan
Daerah (DPD), yang kesemuanya direkrut melalui pemilu.
Perlu
dijelaskan pula bahwa susunan ketatanegaraan dalam kelembagaan Negara juga
mengalami perubahan, dengan pemisahan kekuasaan, antara lain adanya lembaga
Negara yang dihapus maupun lahir baru, yaitu sebagai Badan legislative terdiri
dari anggota MPR, DPR, DPD, Badan Eksekutif Presiden dan wakil Presiden, sedang
badan yudikatif terdiri atas kekuasaan kehakiman yaitu mahkamah konstitusi (MK)
sebagai lembaga baru, Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY) juga
lembaga baru. Lembaga Negara lama yang dihapus adalah dewan Pertimbangan Agung
(DPA), dan Badan pemeriksa keuangan tetap ada hanya diatur tersendiri diluar
kesemuanya/dan sejajar
Hal yang mempengaruhi
dibentuknya lembaga negara yg baru :
·
Tiadanya kredibilitas lembaga yang telah ada
akibat suatu asumsi dan bukti mengenai kasus korupsi yang sistemik dan mengakar
yang sulit untuk diberantas
·
Tidak independennya lembaga-lembaga negara yang
ada , karena satu atau lain hal tunduk di bawah pengaruh satu kekuasaan negara
atau kekuasaan lain
·
Ketidakmampuan lembaga-lembaga negara yang telah
ada untuk melakukan tugas yang urgen dalam masa transisi demokrasi karena
persoalan birokrasi dan KKN
·
Adanya pengaruh global dengan pembentukan
lembaga negara baru di banyak negara menuju demokrasi
·
Tekanan lembaga-lembaga internasional
Undang-Undang Dasar merupakan
hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan
sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of
power) kepada 8 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar,
yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah
Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).
Perubahan (Amandemen) UUD 1945:
- Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas
hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai
kekuasaan yang merdeka, penghormatan kepada hak asasi manusia serta
kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law.
- Mengatur mekanisme pengangkatan dan
pemberhentian para pejabat negara, seperti Hakim.
- Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan
kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh
Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing.
- Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di
bawah UUD 1945.
- Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada
serta membentuk beberapa lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem
konstitusional dan prinsip negara berdasarkan hukum.
- Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan
kewenangan maing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan
negara demokrasi modern.
MPR
- Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya
dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK,
BPK.
- Menghilangkan supremasi kewenangannya.
- Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
- Menghilangkan kewenangannya mengangkat
Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu).
- Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
- Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri
dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah
yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
DPR
- Posisi dan kewenangannya diperkuat.
- Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya
ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara
pemerintah berhak mengajukan RUU.
- Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR
dan Pemerintah.
- Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme
kontrol antar lembaga negara.
DPD
- Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi
bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat
nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang
diangkat sebagai anggota MPR.
- Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat
kesatuan Negara Republik Indonesia.
- Dipilih secara langsung oleh masyarakat di
daerah melalui pemilu.
- Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut
membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
BPK
- Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD.
- Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan
keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil
pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
- Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki
perwakilan di setiap provinsi.
- Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi
pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
PRESIDEN
- Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan
memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa
jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
- Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan
kepada DPR.
- Membatasi masa jabatan presiden maksimum
menjadi dua periode saja.
- Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta
harus memperhatikan pertimbangan DPR.
- Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan
abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.
- Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan
calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh
rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam
masa jabatannya.
MAHKAMAH AGUNG
- Lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk
menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
- Berwenang mengadili pada tingkat kasasi,
menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang
lain yang diberikan Undang-undang.
- Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan
dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan
Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
- Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan
dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan,
Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
MAHKAMAH KONSTITUSI
- Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga
kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution).
- Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD,
Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran
partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas
pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil
presiden menurut UUD.
- Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang
diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan
ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang
kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif
KOMISI YUDISIAL
·
Tugasnya mencalonkan Hakim Agung dan melakukan
pengawasan moralitas dank ode etik para Hakim.
F.
BEBERAPA
ALASAN DILAKUKANNYA AMANDEMEN UUD 1945
Alasan pertama, perubahan itu merupakan
kebutuhan jaman. Kedua, perubahan konstitusi adalah bagian dari agenda
reformasi yang diusung oleh gerakan mahasiswa, yaitu perubahan UUD 1945,
penghapusan Dwi Fungsi ABRI, penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi
manusia (HAM), dan pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN),
desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi daerah),
mewujudkan kebebasan pers dan kehidupan demokrasi.
Undang –
undang dibuat harus sesuai dengan keperluan dan harus peka zaman, artinya
aturan yang dibuat oleh para DPR kita sebelum di syahkan menjadi Undang-undang
sebelumnya harus disosialisasikan dahulu dengan rakyat, apakah tidak melanggar
norma- norma adat atau melanggar hak – hak azazi manusia. Salah satu bukti
bahwa Undang – Undang yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi zamanya
adalah Undang-Undang dasar 1945. Dengan mengalami empat kali perubahan yang
masing – masing tujuanya tidak lain hanya untuk bisa sesuai dengan kehendak
rakyat dan bangsa kita, dalam arti bisa mewakili aspirasi rakyat yang
disesuaikan zamanya , dimana dalam amandemen yang ke 4 rakyat memegang
kekuasaan yang paling tinggi, sangat berbeda dengan sebelum amandemen yang MPR
merupakan wakil rakyat untuk mewujudkan aspirasinya yang salah satu tugasnya
adalah dalam memilih Presiden dan Wakil Presiden, karena dianggap sebagai
bentuk pemerintahan yang korup, syarat dengan aroma KKN yang membentuk
kekuasaan tak terbatas terhadap Presidenya. Kita tahu bahwa dalam masa Orde
Baru Presiden kita tidak pernah mengalami pergantian selama 32 tahun meski
telah mengalami Pemilihan Umum sebanyak tidak kurang dari 6 kali Pemilu. Oleh
sebab itu para mahasiswa kita dan para aktivis lainya mengadakan Reformasi yang
berimbas juga pada reformasi didalam isi Undang-Undang Dasar 1945.
Kamis, 26 April 2012
Perbedaan UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No. 32 Tahun 2004
Perbedaan
UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
UU Pemerintahan Daerah
merupakan salah satu kebijakan politik yang dirancang untuk membangun format
pemerintahan yang bisa memberikan dukungan
terhadap kekokohan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah
satu upaya menjaga keutuhan NKRI,
struktur pemerintahan harus dirancang sentralistis.
Ide revisi itu berangkat dari kesatuan, sedangkan kemajemukan masyarakat daerah hanya sekadar diakomodasi.
Pengalaman waktu penerapan UU No. 5 Tahun 1974, dengan model pemerintahan
yang terpusat dan penyeragaman kebijakan, tertib politik dan pemerintahan bisa terjaga efektif. Warna pemerintahan yang
bercorak otoriterisme-birokratik kemudian menjadi sangat kental. Model
pemerintahan pada waktu itu tidak hanya memosisikan birokrasi pada level paling
atas (pemerintah pusat) sebagai penentu dalam membuat kebijakan, tetapi juga
mampu mengondisikan lembaga perwakilan sebagai lembaga yang terkendali kekuasaan
eksekutif.
UU No. 32 Tahun 2004
mempunyai warna yang mirip walaupun tidak sama persis dengan pola UU No. 5
Tahun 1974. Beberapa pasal yang mengatur karakter pemerintahan yang
sentralistis itu, antara lain sebagai berikut.
1. Pada
Pasal 10 UU No. 32 Tahun 2004, istilah yang dipakai adalah pembagian urusan
pemerintahan, bukan lagi kewewenangan daerah sebagaimana dianut UU No. 22 Tahun 1999. Dalam konsep
pembagian urusan, kewewenangan pemerintahan daerah itu tidak otomatis menjadi
milik daerah, tetapi ditentukan pemerintah pusat berdasarkan kriteria
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi (Pasal 11). Apa akibat penyerahan
urusan wajib, seluruh atau sebagian besar sumber dananya harus berasal dari
pemerintah pusat. Artinya, akan kembali pada pola subsidi sehingga kreativitas
dalam alokasi anggaran akan dibatasi.
2. Otoritas
kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi, yang
bertanggung jawab kepada presiden (Pasal 37) diperkuat perannya dalam membina
dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Ketentuan
pasal ini, walaupun otoritas gubernur itu hanya sebatas pembinaan, pengawasaan,
dan koordinasi, tapi dalam prakteknya bisa lentur ditafsirkan untuk
kepentingan-kepentingan politis yang lain.
3. Ada
keterlibatan peran pemerintah pusat dan gubernur untuk menetapkan perda, dengan
tujuan agar perda secara substantif tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
4. Perencanaan
pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan
nasional (Pasal 150). Ketentuan pasal ini berimplikasi perencanaan pembangunan
di daerah harus merujuk kepada perencanaan nasional.
5. Sistem
administrasi kepegawaian disusun secara terpusat (Pasal 129) dan hierarkis
(Pasal 130). Sistem kepegawaian dilakukan berdasarkan manajemen PNS secara
nasional. Dalam UU No. 32 Tahun 2004, posisi gubernur kembali diperkuat
perannya dalam penentuan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam
jabatan eselon II pada daerah kabupaten/kota walaupun dalam Pasal 130 itu
kewewenangan gubernur sebatas konsultatif. Tapi, ketentuan pasal ini dalam
prakteknya akan subjektif. Esensi
memperkuat posisi gubernur dalam kepegawaian, yaitu tidak ada lagi pembatas
antara kewewenangan jabatan politis dan kewewenangan jabatan karier. Dalam
kedudukannya gubernur sebagai jabatan politis, seharusnya tidak ada lagi
intervensi dalam menentukan jabatan karier di birokrasi karena berdampak
munculnya orientasi pegawai yang condong pada pertimbangan-pertimbangan
subjektivitas gubernur.
Yang membedakan UU No. 32 Tahun
2004 dengan UU No. 5 Tahun 1974 yaitu dilakukannya pilkada langsung (Pasal
56 sampai dengan Pasal 119). Sistem pemilihan kepala daerah berdasarkan
demokrasi perwakilan tidak dianut lagi. Sistem pilkada langsung oleh rakyat
merupakan sebuah prestasi bagi pemerintahan sekarang untuk memberikan hak pada
rakyat secara langsung dalam menentukan kepala daerah.
Sistem pemilihan ini
dianggap paling ideal karena berbagai alasan, yaitu:
a. demokrasi
langsung akan menampakkan perwujudan kedaulatan di tangan rakyat;
b. akan
dihasilkan kepala daerah yang mendapat dukungan langsung dari rakyat;
c. permainan
politik uang bisa diperkecil karena tidak mungkin menyuap pemilih dalam jumlah
jutaan orang. Namun, tidak berarti sistem ini tidak punya kelemahan.
Kelemahan sistem ini,
antara lain (a) kelompok minoritas (suku, agama, atau golongan yang tersisih) akan sulit
bersaing dengan kelompok mayoritas; (b) karena
yang dipilih adalah orang, faktor figur akan dijadikan salah satu faktor
penentu kemenangan. Oleh sebab itu, kemudian akan mengenyampingkan faktor
kemampuan; (c) dalam pilkada langsung memerlukan biaya besar untuk keperluan
kampanye pada putaran pertama dan putaran kedua serta untuk keperluan menyewa
perahu (parpol) khususnya bagi calon dari nonpartai.
Dalam proses pembuatan
kebijakan dalam UU No. 32 Tahun 2004, juga memberikan ruang bagi masyarakat
dalam pembahasan perda (Pasal 139). Secara demikian, masyarakat diberikan hak
memengaruhi proses pembuatan kebijakan daerah. Jika dicermati secara
keseluruhan tentang UU No. 32 Tahun 2004, proses demokratisasi lokal dibatasi
dalam cakupan yang terbatas pada wilayah prosedur pemilihan pemilihan kepala
daerah dan hak masyarakat memengaruhi proses pembuatan kebijakan. Namun, pada
aspek yang lain, ada pembatasan-pembatasan terhadap kewewenangan pemerintahan
daerah yang wujudnya dalam bentuk intervensi pemerintah pusat; dalam istilah UU No. 32
Tahun 2004, disebut dengan pembinaan, pengawasan, konsultasi, penyerahan
urusan, dan mengacu program pembangunan nasional.
Secara rinci perbedaan
antara UU No.5 Tahun 1974 dan UU No. 32 Tahun 2004 dapat diuraikan pada tabel berikut:
Tabel
Perbedaan
UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
No
|
Komponen
|
UU
No. 5 Tahun 1974
|
UU
No. 32 Tahun 2004
|
1.
|
Dasar
Filosofi
|
Keseragaman
|
Keanekaragaman
Dalam Kesatuan
|
2.
|
Susunan
Pemerintahan
|
Pendekatan
Tingkatan Daerah (Level Approach)
|
Pendekatan
Besaran Dan Isi Otonomi (Size And Content Approach)
|
3.
|
Fungi
Utama Pemerintah Daerah
|
Promotor
Pembangunan
|
Pelayan
Masyarakat
|
4.
|
Penyelenggaraan
Pemerintahan Di Daerah
|
Dilaksanakanya
Asas Desentralisasi,Dekonsentrasi,Dan Tugas Pembantuan Secara Seimbang
|
Asas
Desentralisasi,Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan Terbatas
|
5.
|
Model
Organisasi
Penyelenggara
Pemerintahan Daerah
|
Model
Efisiensi Structural (Structural
Efficiency
Model)
|
Model
Eklektik,(Perpaduan Antara Structural
Efficiency Model Dengan Local Democracy Model)
|
6.
|
Mekanisme
Transfer
Kewenangan
Pemerintahan Dari Pemerintah Pusat Kepada Daerah Otono
|
Penyerahan
Urusan
Pemerintahan
Dengan Prinsip Otonomi Yang Nyata
|
Paradigma Pembagian
Urusan
Pemerintahan
|
7.
|
Perimbangan
Keuangan
Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintahan Daera
|
Pola
“Fungsi Mengikuti Uang” (Function Follow Money)
|
Kebijakan
Perimbangan Keuangan Yang Lebih Adil Bagi Daerah
|
8.
|
Sistem
Kepegawaian
|
Sistem
Terintegrasi (Integrated System)
|
Sistem
Campuran (Mixed System)
|
9.
|
Sistem
Pertanggungjawaban
|
Sistem
Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah
Bersifat
Vertikal Ke Atas
|
Tergantung
Pada Model Pemilihan Kepala Daerah
|
10.
|
Sistem
Pengelolaan Antar
Asas
Penyelenggaraan Pemerintahan
|
Pengelolaan
Keuangan Antar Asas Dijadikan Satu Dalam APB
|
Pengelolaan
Keuangan Antar Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Di Daerah
Dipisahkan
|
11.
|
Kedudukan
Kecamatan
|
Kecamatan
Adalah Pelaksana Asas
Dekonsentrasi,
Sedangkan Camat Berkedudukan Sebagai Kepala Wilayah
|
Kecamatan
Dijadikan Lingkungan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota, Sedangkan
Camat
Berkedudukan Sebagai Pimpinan SKPD Yang Menjalankan Asas Desentralisasi
|
Langganan:
Postingan (Atom)